Serial PPD 213 : “Nyanyian” Suara Para ODHA

Jika pengamen menjadi bagian yang mengisi serial PPD 213, mulai dari yang tua hingga anak-anak. Malam Jumat ini apa yang saya temui bukanlah pengmen-pengamen itu. Tak menyangka saat  baru naik bis, seorang anak muda bernama Nizam memperkenalkan diri dan berbagi cerita kehidupan masa lalunya. Saya tak bisa bagi cerita itu, karena akan menyinggung SARA. 

Ringkas dari cerita itu, Nizam ini adalah seorang ODHA yang mengaku sudah sembuh, namun harus tetap mengonsumsi  obat medis dan ia pun membuktikannya dengan memperlihatkan obat-obatan itu  serta sebuah kartu pasien di sebuah rumah sakit daerah di bilangan Jakarta Selatan.  

“Nyanyian” Nizam  itu mencoba mengajak penumpang untuk mengulurkan sebagian rezekinya, membantu mensupport pengobatannya selama ini. Satu hal yang ia coba sampaikan selain tentang sebuah kesadaran  akan perlakuan yang sama bagaimana ODHA adalah juga sama, dia dan teman-temannya sesama ODHA adalah manusia layaknya kita. 

Tak berselang lama,  setelah Nizam, “Nyanyian” Juga disambung oleh seorang pemuda tapi sedikit lebih tua. Ia mengeluarkan sebuh box bekas wafer, yang ia create  menjadi sbuah kotak, layaknya kotak amal. Dalam sejarah saya menumpangi PPD 213, baru kali ini para ODHA hadir, sampai dua orang sekaligus. Entah ada apa ? dan mengapa? Saya pun tak tahu.

Jika sebelumnya, Nizam memang terlihat lebih segar meskipun masih terlihat kebanyakan ODHA, tapi abang yang satu ini sangat terlihat lemah dari tubuhnya yang kurus, mukanya yang lesu dan tyrus. 

Beberapa pesan moral yang saya telaah dari  “nyanyian” mereka dan mungkin adalah tentang persamaan.Satu hal yang saya salut dari “nyanyian” mereka adalah bagaimana mereka betul-betul menyadarkan atas bahaya HIV dari beberapa sebab diantaranya Drugs dan Seks bebas. meskipun itu merek dulu lakukan dan sekarang mereka menanggung itu. Sekali lagi, atas kesalahan itu mereka menyadarkan pada kita, tanpa rasa takut untuk diiejek, dicemooh. Meski saya yakin dari mereka  ada rasa takut atau malu untuk memberikan menyampaikan pesan akan kewaspadaan HIV AIDS, entah sebagai menebus rasa bersalah dimasa lalu atau apapun, mereka betul-betul sampaikan itu dengan tegas. Hal inilah yang betul-betul membuat saya salut.

Dosa masa lalu mereka, tak mereka simpan karena rasa takut dan malu, tapi mereka coba ungkapkan agar dosa itu tak kita   sampai lakukan sehingga kita menanggung bebanlayaknya mereka sudah rasakan.Sebaliknya, belum pernah saya dengar dari mulut mantan koruptor, mereka untuk tidak korupsi atau menyinggung hal itu pun mereka enggan karena takut terlebih malu jika harus menyinggung dosanya di masa lampau. 

Bis kota PPD 213 ini terus melaju, semakin padat karena jarak dengan bis sebelumnya cukup jauh. Tak lama 3 pengamen, dengan formasi 2 gitar sekaligus vokalis  dan 1 drum mini menghibur dengan lagu pop yang bagis sangat enak sekali didengar.

Rasanya perjalanan PPD 213  kali ini  di hibur oleh nyanyian pengamen seperti hari-hari lainnya, juga eksklusif dengan hadirnya “nyanyian” para ODHA yang menyadarkan kita akan semangat humanisme. Semoga “nyanyian” saya, melalui catatan di blog ini juga ada nilainya apapun itu….

Semangat Revolusi Galau