Rasanya kalau jam 11 malam keatas
mata belum tidur hampir dipastikan ini akan berlanjut, biasanya saya agak
paksakan jam 2-3 sudah untuk harus tidur. Maslahnya, siang harinya di kantor
mata akan menuntut untuk dipejamkan.
Mau tidak mau, jam
menunjukan pukul 11:53 netbook setia ini
mulai ON, karena kalau dipaksa ditidurkan pun ujung-ujungnya tetap saja sulit.
Intinya, netbook ini haruslah menjadi
“pelampiasan” dulu untuk mencatat apa yang mau tulis agar mata pun mau
tidur. Apalagi beberapa malam ini,
sebuah bayangan seserang nampak selalu ada di fikiran saya, begitu cepatnya “dia”
hadir, entahlah tapi saya ak akan lagi bicarakan “dia” yang sedang sibuk juga mengkomposisikan
kata demi kata.
Oh ya, malam tadi, masih sore jam
8an lebih, saya pulang lebih cepat dari biasanya. PPD cukup lengang, hingga di
Slipi Palmerah. Beberapa penumpang pun naik, dan cukup terisi. Termasuk seorang
ibu dan anak. Ibunya membawa tape dan anak kecil itu memegang. Sebelum lagu terakhir, saya
melihat pada sianak yang menggunakan jilbab dengan baju nya yang sedikit agak
kucel dan basah karena saat itu turun hujan. Anak itu umur di sekitar anak usia
sekolah SD kelas satu.
Gambar Ilustrasi : Sumber |
Dari banyak pengamen ataupun yang
ikut mengamen anak-anak kecil di bawah itu dengan kondisi lebih kucel, baru
anak kecil ini yang membuat saya miris melihatnya. Jujur mata saya berkaca-kaca
(untungnya sih malam, jadi agak gelap) saat ibunya selesai menyanyi dan anak
itu mengitari kantong plastik bekas permen dan saat tepat di hadapn saya
itulah, paras wajah anak ini yang dari
tadi saya lihat begitu melas memang begitu kasihan melihatnya, entah kenapa.
Saat dia berjalan pelan-pelan karena tak ada pegangan. Jadi ia menjulurkan
plastik ke penumpang memakai tagan kirinya, sedangkan tangan kanannya sedikit
mengepal dan ia angkat namun bergetar denga pergelangan bajunya yag terlihat
basah. Benar-benar hati saya haru….
Entah dimana anak itu turun,
hujan belum reda hingga tiba di Salemba. Dari turun bis kota, jarak beberapa
ratus meter masih harus saya lalui dengan jalan kaki. Sambil jalan saya masih
kebayang anak kecil itu. Oh…
Semoga dia tak sampai kehujanan dan saat tengah malam ini, ketika saya sekarang
sedang menuliskan tentangnya, anak perempuan
itu sedang terlelap tidur, istirahat setelah lelahnya merasakan kerasnya ibukota.
Semangat Revolusi Galau